Sampai beberapa hari kemudian, buku itu masih terkulai tak ada yang mengklaim. Mubadzir benar, buku semenarik itu hanya bergoleran sia-sia. Akhirnya, dengan niat akan kuumumkan di milist angkatan FKUI 2010, ku"pinjam" sementara buku itu. Terlaksana sih, sudah kuumumkan dengan mencantumkan nomorku, bahwa siapa yang memiliki buku misterius ini harap menghubungiku. Masih diimbangi perasaan waswas apakah tindakanku "meminjam" ini benar. Sempat bertikai sebentar dengan nurani dan seorang teman dekat, yang menyiratkan sebaiknya aku tidak membawanya begitu saja. Tapi didorong janji dalam hati "Akan segera kukembalikan di RK Parasitologi begitu selesai", kubawalah buku itu pulang.
Tak sedikitpun kuduga, Allah mengingatkanku segera. Sore hari itu juga aku diajak beberapa teman melihat bintang di planetarium Jakarta. Kenapa tidak? Tempat itu toh hanya 10 menit jalan kaki dari tempat tinggalku, tapi aku belum berkesempatan ke sana. Lagipula belakangan ini aku sangat terpesona dengan taburan bintang dan kesetiaan mereka bergerak beriringan dengan teman sekonstelasinya. Sirius, Spica, Antares, sampai Vega. Ah, kuiyakan saja. 7000 ini biaya masuknya.
Lagi asik menonton perjalanan bintang-bintang, aku iseng merogoh tas mencari handphone pink kesayanganku, yang belum genap setahun kupunyai. Tak ada. Ah, barangkali terselip di dalam tas, pikirku. Lanjut lah mengagumi luasnya langit semesta.
Di akhir pertunjukan, kuminta salah satu teman menelpon handphoneku, dan benar saja, "nomor yang anda tuju sedang tidak aktif". Aku yakin benar baterai handphoneku masih penuh, dan tidak mungkin mati tidak sengaja. Anehnya saat itu aku merasa tidak begitu kaget dan sedih, seperti beberapa kali sebelumnya handphone direnggut orang.
Langsung kuucap istighfar, dan mohon ampun pada Allah. Inilah balasannya, karena aku meminjam buku entah siapa tanpa ijin, kini handphoneku juga dipinjam entah siapa tanpa ijin. Lucu sekali ya, cara Allah mengingatkanku. Tunai. Telak. Aku tersenyum kecil. Yah, pantas sih aku menerima ini. Bukan masalah nilainya buku itu atau nilainya handphone pink penuh foto kenangan itu. Tapi ini pelajaran, seremeh apapun, serasional apapun defense mechanismku, seberniat apapun aku mengembalikannya, aku tetap mengambil yang bukan milikku. Dan Allah tidak suka itu.
Ingat kisah seorang alim yang memakan buah jambu yang hanyut di sungai. Sudah kepalang dimakan, ia baru sadar itu buah tak jelas punya siapa. Ia merasa sangat berdosa dan menyusuri sungai mencari tahu siapa pemiliknya. Padahal kalau itu aku, yang namanya jambu hanyut ya mestinya jambu liar. Siapapun yang menemukan boleh memakannnya. Tapi Allah lebih suka ia memakan barang yang jelas halal. Saat ketemu pemilik pohon jambu, si pemilik tak ikhlas jambunya yang hanyut dimakan pemuda itu. Ia mau merelakannya, asal pemuda mau menikahi putrinya yang buta, tuli, dan bisu. Ih, siapa yang mau? Tapi karena pemuda itu tak mau darahnya terkotori barang haram (a.k.a jambu yang hanyut di sungai) ia menyetujui permintaan pemilik pohon jambu. Dan usut punya usut, ternyata putrinya justru cantik, sholehah, tak kurang suatu apa. Buta maksutnya buta terhadap segala kilau dunia, tuli maksutnya tak pernah mendengar setitik pun maksiat, dan bisu maksutnya tak pernah berkata satu kata pun yang menimbulkan murka Allah. Subhanallah, perjuangan mencari kehalalan berbuah manis.
Maka aku tidak sedih. Aku sepantasnya dibeginikan. Aku tidak berjuang cukup keras mencari pemilik buku itu meminta keikhlasannya. Bukan pangeran tampan dan sholeh yang kudapatkan (UPS) malah handphone kesayangan diambil orang. Haha. Terima kasih Allah, sudah diingatkan. Semoga balasan ini hanya di dunia saja, tidak di akhirat. Allahumma'jurnii fii mushiibatii, wakhluflii khairan minhaa. Semoga diganti yang lebih baik (iPhone5 mungkin?). Tak ada yang tak mungkin buat Allah. Mohon ampun dan berdoa, insya Allah pasti dikasih :)
the book in question :0 |