Tuesday, September 24, 2013

Sosok Dokter Impian Saya

Dokter seringkali digambarkan sebagai makhluk setengah dewa. Dengan jas putihnya yang perlente dan stetoskop yang terkalung di leher, seorang dokter dianggap bisa memecahkan masalah apa saja. Pasien pun berdatangan ke dokter dengan harapan penuh akan sembuh. Mereka bercerita bahkan tidak hanya masalah kesehatan,  tapi juga masalah ekonomi, masalah keluarga, bahkan percintaan. Bayangkan saja apabila bapak-bapak paruh baya complain soal istrinya yang main serong kepada seorang dokter muda perempuan yang belum pernah berhubungan dengan laki-laki. Namun memang beginilah kenyatannya. Di Indonesia, dokter dituntut untuk bisa dan tahu segalanya.

Dulu ketika saya masih belum mengerti, impian saya tentang dokter sederhana saja. Dokter harus bisa menyembuhkan apapun penyakit saya. Dokter tidak boleh mangkir dari tugasnya menyembuhkan orang. Dokter juga harus baik-baik terhadap pasien, karena pasien membayar untuk menemui dokter.
Namun kini setelah saya menempuh pendidikan dokter selama tiga tahun lebih (yang jujur saja tidak pernah saya bayangkan sebelumnya saya akan sekolah kedokteran), saya sadar bahwa menjadi dokter tidak melulu soal menyembuhkan penyakit. Dokter lebih dituntut untuk memberikan rasa nyaman pada pasien. Seperti ungkapan yang dulu akrab sekali di telinga saya saat mahasiswa tingkat 1: to cure sometimes, to relieve often, to comfort always.

Menyembuhkan, kadang-kadang. Pasien memang datang ke dokter dengan harapan sembuh. Jadi sudah sepantasnya dokter berusaha sekeras mungkin memenuhi harapan pasien dengan ilmu pengetahuan dan skill yang dipelajarinya selama bertahun-tahun. Meskipun dokter (dan juga pasien) tak boleh lupa, bahwa keputusan sehat sakit, hidup mati, semuanya ada di tangan Tuhan. Dokter hanya perantara. Karena itulah, dokter menyembuhkan, kadang-kadang saja.

Meringankan beban, seringkali. Tentu tidak semua pasien yang datang bisa dokter bantu sembuhkan. Dokter hanya manusia biasa, yang kebetulan saja dititipi ilmu lebih mengenai tubuh dan penyakit manusia. Namun dokter tetap bisa membantu meringankan penderitaan pasien, dengan meresepkan obat-obat simptomatik ketika dibutuhkan, dengan mendengarkan keluh kesah pasien, dengan memperhatikan apa saja kebutuhan pasien. Meskipun tidak sembuh sempurna, pasien akan merasa lebih ringan dan menerima keadaannya apabila dokter terus memberikan dukungan serta peduli akan keadaan pasien secara holistik. Tidak hanya bertanya sepatah-dua patah kata, mencoret-coret kertas resep, kemudian menyuruh pasien pergi, padahal masih banyak yang pasien ingin bagi dengan dokter.


Memberikan rasa nyaman, selalu. Dokter tidak selalu bisa menyembuhkan, tidak pula selalu bisa meringankan penderitaan pasien yang kesakitan. Namun dokter harus selalu bisa membuat pasien merasa nyaman. Dengan selalu ada untuk pasien. Dengan meyakinkan pasien bahwa ia tidak harus sendirian menghadapi penyakitnya. Ada dokter yang akan menemani ia berjuang, dan mendukung penuh akan untuk tercapainya keadaan pasien yang lebih baik. Bukan hal yang mudah, memang. Namun bisa sangat membantu apabila dokter memposisikan dirinya sebagai pasien; “bagaimana saya ingin diperlakukan jika saya yang terbaring di sana?” Seyogyanya itu bisa menjadi panduan agar dokter selalu mengutamakan pasien dan mengusahakan yang terbaik serta memberikan rasa nyaman bagi pasien.

No comments:

Post a Comment