Monday, December 24, 2012

(lagi-lagi) mall

Musim liburan begini, tentu keluarga2 ingin menghabiskan quality time bersama. Begitu juga denganku. Kemarin Alhamdulillah ummi diberi kesempatan dan kekuatan datang dari Malang buat ambil raport adek, sehingga kita bisa jalan2 ke... Mall Metropolitan di Bekasi. Widih, sampe di sana, yang namanya Mall itu, kalo kata Hafidz temen SMA ku dulu, "penuh epol ndes" alias amat sangat penuh sekali. Hampir tidak mungkin untuk berjalan tanpa menabrak rombongan lain. Begitulah suasana hampir semua mall di Jakarta (atau dalam kasus ini, Bekasi) di akhir minggu. Ramai tiada tara.

Fenomena mall yang menjamur di mana-mana menang sudah tidak bisa terelakkan lagi di Jakarta. Jumlah mall terbaru yang saya ketahui dari berbagai sumber, mencapai 132 mall. Luar biasa. Itu pun belum termasuk 30-an mall baru yang akan mulai beroperasi tahun 2013 mendatang.

Ada apa dengan mall? Kenapa bisa jadi begitu populer?

Tentu karena di mall lah orang bisa melakukan practically apa saja. Dari liat-liat, nonton, belanja, makan, main, periksa mata, numpang solat, janjian, pacaran, atau sekedar nongkrong2 menghabiskan waktu di sudut-sudut cafe. Terdengar praktis dan keren ya? Memang.

Tapi sadarkah kita, bahwa semakin banyaknya mall ini mengimplikasikan ke-konsumtif-an warga Indonesia, khususnya Jakarta? Tak mungkin banget pergi ke mall ga keluar duit blas, seenggaknya 1000 buat parkir, belum lagi kalo laper mata dan kebetulan ada uang di saku. Tanpa pikir panjang, langsung ambil dah itu sepatu diskon 70% jadi tinggal 50.000 (padahal harga sebelum diskon uda dinaikin setinggi surga Adn).

Pengelola mall dan pusat perbelanjaan memang punya cara-cara jitu untuk membuat kita konsumen betah keliling berjam-jam di mall (dan tentunya makin lama kita di mall, makin banyak duit yang dikeluarkan). Diputerin lagu-lagu slow beat kek, tata toko yang dipercantik sedemikian rupa, sampai lighting yang mendayu-dayu bikin lupa waktu bahwa di luar uda gelap. Dan tanpa sadar pula, kocek kita sudah terogoh cukup dalam T.T

Selain dampak ekonomi, mall juga berdampak berarti pada lingkungan. Di Jakarta ini macet memang sudah menjadi hal lumrah. Namun kalo musim hujan, kelumrahan ini menjadi beyond lumrah, di mana macetnya plus plus banjir dan bisa menjadi panjaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaangggggggg sekali. Temenku pernah sampe 6jam dari kampus di Salemba ke kosannya di Otista. Kalo biasa ga macet paling 40 menit lah. 6 jam mah lamongan-kudus -__-" Sedikit banyak, mall bisa dibilang menyumbang kemacetan di kota ini. Satu, karena di depan mall cenderung pedagang2 kaki lima mangkal, dan itu menghalangi jalan (kenapa tak ada tindak lanjut dari Satpol PP atau yang lain ya?). Dua, fasilitas penyebrangan yang minim, sehingga orang cenderung nyebrang sembarangan. Tentunya kendaraan2 jadi melambat di sekitar mall, karena ramainya orang menyeberang. Tiga, angkot-angkot pada ngetem di depan mall dan dekat2 jalan keluar-masuknya, dan tahu sendirilah angkot kalo ngetem gimana. Bikin macet tak terkira. Empat, di jam-jam tertentu misalnya makan siang atau makan malam, antrian kendaraan (roda 4 ataupun 2) yang keluar masuk mall bikin suasana makin macet dan sumpeks. Lima, Mall2 gede kebanyakan entah mengapa terletak di daerah yang memang rawan macet, jadi, yaah begitulah.

Memang sih, banyak mall ini berdiri sebelum Jakarta seperti sekarang (super macet, maksutku). Tapi kan ya tetep saja, mestinya pembangunan mall selanjutnya itu kalo bisa yang jauh dari pusat kemacetan, biar ga makin parah macetnya Jakarta kita ini...Mbok ya kalo bikin2 mall itu Amdal nya dipake. Apa guna insinyur2 teknik lingkungan kita yang brilian, kalo pembangunan mall masih bikin macet, banjir, dan berkurangnya ruang terbuka hijau? :)


BONUS: Mall apakah ini? (hint: masing2 dari Jakut,sel,tim,bar,pus, ga urut)







Dec 24, dengan mengutip sana dan sini











































Jawaban: 1. Grand Indonesia (Jakpus)
2. Senayan city (Jaksel)
3. Mall Taman Anggrek (Jakbar)
4. Mall Artha Gading (Jakut)
5. Tamini Square (Jaktim)

No comments:

Post a Comment