Sunday, March 17, 2013

Sisi lain Kartu Jakarta Sehat - repost

-dapet dari milis doktermuslimfkui-


Supir bus TransJakarta digaji Rp. 7,7 juta per bulan. Bagus, agar tenang, elegan, dan tidak ugal-ugalan. Memang selayaknya seseorang yang diserahi tanggung jawab mengangkut puluhan orang dalam satu waktu dengan SELAMAT diberi apresiasi yang baik.

Sedangkan dokter digaji 3,2 juta per bulan, Dinas ngamuk-ngamuk ke dokter. Mereka bilang dokter harus ikhlas periksa 100 pasien dengan durasi 15 menit/pasien. Tidak butuh otak Einstein untuk yakin bahwa 1500 menit itu 25 jam! Helooooo… Sehari saja hanya 24 jam, Mpok.

Suatu bangsal infeksi paru di sebuah RS pusat mampu menampung 32 pasien dan penuh. Jika 5 pasien pulang dan ada 10 pasien yang perlu perawatan, tebak apa yang akan terjadi? Yak!! Besok langsung muncul berita rumah sakit menolak 5 pasien miskin!! Silakan Anda jalan-jalan ke RSUD dan RS pusat di Jakarta. Sepanjang mata memandang, Anda akan melihat pasien-pasien miskin.

Anggota DPRD DKI Jakarta dan pejabat Dinas Kesehatan tahu bahwa Kartu Jakarta Sehat (KJS) ini banyak kelemahan dari segi konsep, terang benderang. Tapi tidak ada yang angkat suara. Kenapa? Karena Jokowi-Ahok masih disayang media massa. Kalau ada anggota DPRD mengkritik program Jokowi, maka akan “dibantai” & dibully media massa.

Tapi kelemahan KJS ini terang benderang, maka perlu ada yang disalahkan untuk melindungi Jokowi-Ahok, kambing hitam. Siapa? Yaitu RS dan dokter. Jokowi juga masih punya relawan Socmed (Social Media), walau jumlahnya makin berkurang. Kalau ada berita buruk di situs, beraksi dengan komentar dukung Jokowi. Akibatnya tenaga kesehatan meradang, mereka dibully di media massa, ditambah pernyataan Aleg Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) seperti Ribka yang mendiskreditkan dokter.

Tenaga kesehatan (Nakes) tahu kelemahan KJS dan bagaimana yang seharusnya. Saya berdiskusi dengan staf Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Indonesia (UI). Tapi Nakes tidak didengar.

Apa yang terjadi saat IDI sampaikan masukan ke Ahok? Ahok mengancam, dan media massa mendukung. Masukannya tidak dibahas. Padahal semua demi kebaikan pasien dan masyarakat. Beban Nakes yang overload dan fasilitas kurang sama dengan kualitas layanan turun, sehingga masyarakat yang menjadi korban.

Konsep keilmuan kedokteran dan kesehatan kalah oleh kekuatan politik dan media massa. Tapi Nakes tetap bersuara di Socmed.

Masukan dan Saran

Kalau obat habis, Pak Jokowi silakan gelontorkan duit untuk pengadaan obat. Kalau pasien tidak tahan antri di apotek dari jam 11 sampai jam 4, Pak Jokowi silakan gelontorkan duit untuk membangun loket baru dan menggaji petugas tambahan.

Kalau poliklinik panas, Pak Jokowi silakan gelontorkan duit untuk sediakan AC yang banyak dan ruang yang nyaman. Kalau ICU penuh, Pak Jokowi silakan bangun ICU baru, yang banyak. Jangan lupa perawatnya juga Pak. Rasio perawat : pasien di ICU itu 1 : 1 lho. Sudah tahu pak?

Kalau pasien pada ngambek ngantri karena dokternya lama, Pak Jokowi silakan tambah ruang periksa baru, tambah dokter juga. Sebab idealnya dokter menangani pasien itu 15 menit/pasien, itu sudah dengan pemeriksaan, edukasi, menulis dokumen, dan membuat resep. Kalau pasien jadi 3x lipat, otomatis waktu periksa bisa jadi cuma 1/3. Pak Jokowi tahu?

Kalau begitu banyak masyarakat yang sakit, Pak Jokowi silakan mengubah paradigma “berobat” jadi paradigma “sehat”, biar tidak perlu ada yang berobat. Kan kata bapak, dokter tidak boleh memeras pasien kelas 3. Ya ampun Pak Jokowi tidak tahu ya? Kami sudah sejak lama malah keluar uang untuk pasien kelas 3.

Oiya, satu lagi. Kami punya teman-teman yang sangat merana. Sejak KJS, RS jadi amat kotor. Mereka harus terus mengepel lantai setiap 5 menit. Apalagi kalau hujan, atap koridor terlalu sempit sehingga koridor selalu becek dan berwarna coklat. Itu membuat teman-teman kami, para petugas kebersihan tidak berhenti mengepel sejak pagi buta sampai malam. Boleh Pak minta tambah petugas kebersihan dan naikkan kesejahteraan mereka? Kongkret Pak…


*FYI, ini tulisan alumni kita, Bang Jamal. Izin repost Bang.

No comments:

Post a Comment