it is copasted from kak avina nadhila widarsa's note.
Terus terang, saya tidak tahan untuk menulis tema ini langsung setelah saya melihat sebuah blog dengan alamat . Blog itu berisi kegiatan sebuah komunitas di mana semua anggotanya merupakan wanita berjilbab. Namun, gaya pakaian dan jilbab yang mereka pakai terlihat berbeda dengan wanita-wanita berjilbab yang sering kita lihat pada umumnya. Mereka mengenakan gaya dan model jilbab serta pakaian yang sangat modis, trendi, dan fashionable. Kebanyakan dari mereka menggunakan pashmina yang dillit sebagai pengganti kerudung. Penggunaan long dress yang ditutup dengan blazer/bolero, obi yang diikatkan di pinggang serta sepatu high heels mengguratkan kesan tersendiri bagi saya. Kesan yang tidak saya dapatkan pada sebagian besar muslimah yang berjilbab.
Sebagai seorang muslimah yang berjilbab, saya bergaul dekat dengan komunitas jilbaber sejak zaman SMA. Masuk di sebuah sekolah islami, saya dan teman-teman diwajibkan mengenakan jilbab yang panjangnya harus menutupi dada dan menutup tulang rusuk. Di kuliah pun, kedekatan saya dengan akhwat-akhwat berjilbab lebar juga semakin intens. Jadi, persepsi saya mengenai seorang muslimah yang mengenakan jilbab secara syar'i ya harusnya yang memakai kerudung kotak, menutupi dada, dan tidak dililit-lilit. Persepsi inilah yang menjadi tolak ukur saya untuk menilai apakah seseorang sudah mengenakan jilbabnya dengan benar atau masih setengah-setengah.
Kemunculan hijabers community, membuat paradigma saya tentang jilbaber berubah 180 derajat. Saya melihat komunitas ini ingin memunculkan ide baru dalam menggunakan jilbab. Trendi dan modisnya pakaia yang digunakan serta acara-acara 'gaul' yang sering mereka adakan membuat saya mengidentifikasikan komunitas ini sebagai "sosialita". Yup, "sosialita berjilbab" lebih tepatnya. Menurut Reverso Dictionary, sosialita yang berasal dari bahasa Inggris, Socialite. "A socialite is a person who participates in social activities and spends a significant amount of time entertaining and being entertained at fashionable upper-class events." Jelas, di sini bahwa kata kuncinya, sosialita adalah mereka yang berpartisipasi dalam kegiatan sosial sekaligus menghabiskan sejumlah waktunya untuk kegiatan bersenang-senang di kalangan menengah ke atas.
Saya mengidentikkan hijabers community dengan sosialita ini sebab, melihat dari foto-foto kegiatan yang telah mereka publish baik di blog, facebook, dan twitter, memang anggota komunitas ini sebagian besar terlihat berasal dari kalangan menengah ke atas. Pakaian dan aksesoris jilbab yang mereka gunakan pun sangat trendi dan terkesan mewah. Selain itu, banyaknya social gathering yang mereka lakukan di tempat-tempat yang tidak biasa dikunjungi oleh wanita-wanita berjilbab panjang yang biasanya kumpul membentuk pengajian, majlis taklim, atau liqo di masjid. Alih-alih demikian, mereka lebih sering bertemu di mall, cafe, ataupun tempat-tempat sosial lainnya. Jelas, mereka bukanlah komunitas jilbaber biasa.
Fenomena sosialita berjilbab ini selayaknya mengingatkan kita bahwa zaman telah berubah. Persepsi wanita berjilbab tidak bisa 'gaul', modis, dan trendi mereka patahkan dengan gaya berpakaian mereka yang sangat fashionable dan up to date. Di sisi lain, mereka tetap berusaha untuk menjaga keimanan mereka dengan mempelajari agama secara lebih menarik. Dari blog mereka, diinformasikan bahwa ada kegiatan-kegiatan pengajian yang dilakukan dan kegiatan berbagi pengetahuan soal agama. Kegiatan pengajian ini memperlihatkan bagaimanan mereka tetap berusaha menjaga khittah mereka sebagai seorang muslim sembari menjalani kehidupan sebagai seorang sosialita.
Adanya komunitas Jilbaber Socialite tentu saja tidak akan lepas dari pro kontra. Mereka yang pro akan mendukung komunitas ini sebagai gerakan pembaharuan islam, pembaharuan persepsi mengenai wanita berjilbab dalam islam yang terkesan sangat tertutup. Sementara, pertanyaan-pertanyaan mengenai kesyar'ian jilbab akan terus dilancarkan mereka yang kontra dengan adanya fenomena sosialita berjilbab. Penulis sendiri berpendapat bahwa adanya Hijabers Community dapat menjadi suatu langkah baru bagi gerakan 'ayo mengenakan jilbab' yang lebih modern dan lebih bisa diterima masyarakat. Artinya, keberadaan komunitas sosialita berjilbab dapat dijadikan sarana untuk mempromosikan nilai-nilai islam yang lebih damai, modern, dan ramah terhadap wanita. Walalupun demikian, persepsi yang terbentuk pada setiap individu ketika melihat suatu fenomena tentu saja tidak dapat disamakan. Persepsi negatif ataupun positif terhadap keberadaan sosialita berjilbab akhirnya kembali pada masing-masing orang, sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan yang kita anut. Satu hal yang pasti, jangan sampai perbedaan persepsi maupun pendapat yang berkembang kemudian menjadikan kita bertengkar satu sama lain, karena semua orang mempunyai hak untuk berpendapat dan mengeluarkan pendapatnya masing-masing.
:)
what a great article :)
ReplyDeletemungkin saya salah satu yang terkadang bimbang ingin menjadi 'sosialtita berjilbab' kadang dalam hati menjerit benarkah tulus aq berjilbab karena Allah?? atau hanya karena orang-orang disekitarku?? atau bahkan hati kecilku ingin org melihatku dalam balutan jilbab yg begitu berbeda?? tapi tidak menampik bahwa apa yang 'mereka' lakukan adalah suatu gebrakan yang luar biasa!! SALUTE!!
btw, salam kenal sist. hehehe :D
sah-sah aja kok :)
ReplyDelete