Sunday, February 10, 2013

What Mankind Needs

Beberapa minggu lalu, alhamdulillah saya berkesempatan bertualang ke Lombok, sebuah pulau di gugusan Nusa Tenggara yang boleh kita sebut "surgawi". Meskipun perjalan ke sana hectic dan penuh peluh, namun semua terbayar saat sudah menginjakkan kaki. Indah, sudah pasti. Namun satu yang membuat saya terkesan sekali dengan Lombok adalah kesederhanaanya.

Di Lombok, manusia hidup dekat sekali dengan alam. Jalanan tergolong sepi, dengan pemandangan sawah, pantai, dan gunung sepanjang jalan. Jarang sekali bangunan yang tingginya lebih dari 2 lantai. Rumah-rumah di Lombok sederhana saja, dengan ruang tamu, kamar tidur, dapur, ruang keluarga, dan kamar mandi. Perabotan sederhana pula, meja kursi, TV, tempat tidur. Tidak ada lukisan, ornamen, atau dekorasi macam-macam. Halamannya luas, dengan 1 atau 2 pohon, dan beberapa ayam berkeliaran.


Jangan dikira dengan rumah sederhana itu orang Lombok tak berpunya. Mereka kaya lho! Kaya-nya dalam bentuk sapi, kerbau, sawah, ayam, kebun, dll. Dan semuanya dirawat sendiri. Nggak kelihatan kaya, tapi sebenernya asetnya kaya :D

Tidak ada rumah mewah-mewah dengan pagar tinggi, patung di taman, apalagi kandelir. Mall hanya ada satu, itu pun di pusat Mataram, ibukota Nusa Tenggara Barat. Tidak ada taman artifisial dengan air mancur atau lampion. Sebagai gantinya ada hamparan sawah hijau, puluhan kilometer pantai elok, gunung yang mengundang, dan matahari terbenam. Meskipun cuma sawah, tapi sawah di Lombok kesannya beda, indah, beneran indah. Pantai jangan ditanya deh, pasir putih, ombak berkejaran, air jernih. Gundukan bukit hijau dan Gunung Rinjani di kejauhan tegak berdiri. Semuanya sederhana, dan semua penghuninya tampak bahagia dalam kesederhanaan.

flashing sawah alongside Lombok road

Inilah yang saya simpulkan: Manusia, jika hidup harmonis dengan alam, tidak memerlukan yang aneh-aneh buat merasa bahagia. Lihat saja di Lombok. Cukup TV, keluarga, plus beberapa ayam yang siap disembelih kapan saja ada tamu (serius loh, saya ke rumah temen disembelihin ayam). Beda dengan di Jakarta, di mana sawah sudah terpinggirkan, diganti oleh gedung tinggi yang angkuh berdiri, dengan puluhan mall yang menawarkan keindahan artifisial.

No comments:

Post a Comment