Saturday, April 16, 2011

Move on, dear me

Semalam, aku mendengar lagi kabar tentangnya. Dia mau pergi lagi, ada yang bilang le singapur, taipei,..aku Cuma bisa senyum miris.

Teringat dulu, aku juga seperti dia. Di awal perjuangan, aku takut bermimpi. Melihat ke atas, ke ukiran langkah orang-orang hebat yang sudah menapak ke ujung benua. Bisakah aku seperti itu? Aku toh baru mulai jalan. Aku ga punya harapan yang muluk-muluk. Aku lakukan hal ini karena aku suka. Itu aja, ga ada tuh pikiran “aku juga akan menyusul kak X ke ujung dunia!”. Ya mungkin memang ada mimpi seperti itu, tapi aku langsung tepis. Yang penting saat itu adalah aku bisa melewati tahap demi tahap dengan lancar, urusan hasil liat nanti sajalah

Sampai akhirnya aku melangkah sedikit lebih jauh, ujung benua itu mulai kelihatan. Harapan mulai muncul dalam hatiku. “Sepertinya aku bisa sampai ujung benua itu” lama kelamaan aku merasa mimpiku tumbuh, bahwa bukan hal yang mustahil aku juga bisa seperti orang-orang hebat itu. Aku toh sudah melewati berbagai macam rintangan, dan lancar saja alhamdulillah

Aku mulai berani bermimpi besar. dan mimpiku tidak main-main, aku mau jadi kayak orang itu! Aku mau ke ujung benua dan bertemu orang2 hebat dari seluruh penjuru bumi! Mulai kumantapkan tekad, aku berjuang sekeras yang aku bisa demi mimpi ini. Aku merelakan waktu senggang, semuanya kuisi dengan berusaha dan berjuang. Tak pernah terpikir aku akan gagal, aku optimis seoptimis-optimisnya aku akan berhasil sampai sana.

Tibalah hari itu. Hari yang ga akan aku lupa seumur hidup. Rasanya semua persiapanku sudah matang. Tapi kenapa? Kenapa aku diputuskan tidak bisa lanjut mengejar mimpiku? Saat itu rasanya tidak bisa terkatakan. Aku tidak lebay. Memang saat itu aku kecewa luar biasa. Tapi berapa kalipun aku berharap, hasilnya sama saja. Aku sudah stop.

Sakit. Sulit sekali untuk menerima hasilnya. Bahkan waktu, yang katanya bisa menyembuhkan segala sakit, belum mampu untuk menyembuhkan luka yang ini. Tapi ya sudahlah, tidak ada yang bisa aku lakukan. Aku jalani saja hidup, aku lanjutkan dan aku berusaha tidak memikirkan mimpi itu lagi.

Kini dia, dia yang dulu berjuang bersamaku, sudah sampai ke puncak. Aku ikut senang, sungguh. Betapa hebatnya dia. Dan aku mulai berpikir ada yang salah dengan diriku.
Mungkin aku memang tidak punya cukup tekad untuk mencapai puncak. Mungkin perjuanganku kurang keras, mungkin doaku kurang kuat. [meskipun rasanya semua sudah kulakukan sebaik-baiknya]. Atau simply karena aku memang tidak ditakdirkan untuk sampai puncak

Tidak ada bedanya. Toh aku sudah belajar menerima kenyataan sekarang. Ini proses menjadi dewasa. Yang jelas suatu hari nanti aku akan bersyukur pernah bermimpi besar, pernah berjuang keras deminya. Sudahlah.

Kini aku punya mimpi yang lain. Dan belajar dari masa lalu, aku tidak ingin mengulang salah yang sama. Aku harus total. Semakin banyak orang hebat di sekitarku, mestinya semakin memicu semangatku. Kemarin juga baru saja ada temanku yang berangkat ke jepang. Aku juga ingin. Sayangnya, aku baru sadar mungkin ini salahku, aku kurang total dalam bermimpi.

2 comments:

  1. bukan kurang total, bukan tidak ditakdirkan untuk mencapai puncak. Layaknya rejeki, tiap masing2 manusia punya waktu yg berbeda. Mungkin temanmu bs sampai puncak lebih cepat krn dy dikasih Allah "jalan tol". Dan kamu harus lewat jalan biasa yg berliku. Meski berliku, banyak pemandangan menarik bukan? Yg penting, dinikmati.. dan disyukuri..


    *kenapa saya sok nasehatin gini?? hihihi.. salam kenal :)

    ReplyDelete
  2. haha iya sih mbak rhein, maksut saya inget aja jaman dulu, betapa saya adalah orang yang ga mudah melepas mimpi.

    yep tp bener banget! kalo saya ga gagal, ga mungkin saya bisa seperti saya yang sekarang :)

    ReplyDelete